Ketua DPP Demokrat Sutan Bhatugana geram disebut-sebut main proyek Solar Home System (SHS) Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kegeraman itu ditunjukkannya dengan menantang sejumlah wartawan yang mengkonfirmasinya seputar tudingan tersebut.
"Saya kasih anda Rp500 juta bila bisa menunjukkan bukti (keterlibatan), kalau tidak bisa, anda cukup bayar saya Rp500 ribu saja plus berhenti berprofesi sebagai wartawan," kata Sutan di Gedung Parlemen, Jumat 25 November 2011.
Sutan mengaku risih karena dirinya disebut-sebut main proyek dalam kasus yang kini telah masuk dalam persidangan di Pengadilan Tipikor itu. "Soal diri saya ikut berperan atur-atur proyek PLTS Dirjen listrik (Kementrian ESDM), saya mau sampaikan saya tidak terlibat apa-apa, saya tidak kenal pengusaha-pengusaha di sana, saya tidak tahu proyek itu di mana," katanya.
Namun demikian, Sutan mengaku sempat ditemui peserta tender yang gagal. Peserta tender itu mengadukan telah didzalimi panitia tender. Sutan kemudian mengontak Dirjen Listrik Jakobus Purwono. Kemudian, Sutan mendampingi peserta tender itu menemui Jak dan panitia tender. Tetapi, Sutan mengaku tidak kenal dengan pengusaha tersebut dan panitia.
"Suatu hari, di ruang saya, 905, saya didatangi tamu yang dibawa staf saya, kenal saja tidak, dia curhat, didzolimi anak buahnya dirjen listrik, yang jadi panitia lelang," kata Sutan.
Menurut Sutan, pengusaha itu mengeluhkan telah dicurangi panitia. "Dia cerita ikut tender di dirjen listrik dan pembangkit, dari awal diganggu, diminta mundur," kata Sutan.
Merespons itu, Sutan kemudian kontak Dirjen Listrik. Menyampaikan yang dikeluhkan tamunya itu. Rupanya, tidak hanya minta uneg-unegnya disampaikan pada Dirjen, pengusaha itu minta Sutan mendampinginya bertemu panitia tender dan Dirjen. Sutan menyanggupi.
"Singkat cerita, suatu sore ketemu di ruang dirjen, saya sampaikan ada yang didzolimi anak buahnya. Dirjen bilang masalah teknis tidak ngerti, maka panitia dipanggil," katanya.
Menurut Sutan pengusaha dan panitia kemudian saling mengungkapkan kejadian berdasar versi masing-masing. Ketika itu, Sutan berkeyakinan panitia lelang yang nakal. "Saya kira anak buah dirjen itu nggak bener. Kan pakai PQ, ini perusahaan syarat sudah dilengkapi, tapi dikalahkan. Ternyata karena panitia itu sudah punya jago. Oke, nggak usah ribut. Akhirnya disepakati, yang kalah jadi subkon. Salaman itu dua-dua. Saya dan dirjen selesai sudah disitu," kata Sutan.
Sutan menganggap masalah selesai disitu dan mengaku tidak pernah kontak pengusaha itu lagi. Namun, dua minggu kemudian, dia ditelpon orang itu. "Bilang tidak ditelpon, terus marah mau dilaporkan ke KPK. Saya bilang jangan dulu. Kemudian saya telpon Pak Jak, dia bilang anak buah saya benar. Saya bilang, orangnya mau lapor KPK lho. Dirjen bilang kalau mau lapor KPK lapor saja," kata Sutan. "Ini sekarang ramai, saya nggak tahu apakah karena itu."
Meski bisa bercerita detail dan bersedia mendampingi pengusaha itu sampai jauh, Sutan mengaku tidak kenal. "Itu orang yang bawa staf saya Irianto, sekarang belum pulang haji," katanya.
Sutan mengaku kerap menolong orang semacam itu meski tidak kenal. "Banyak sekali orang datang ke kamar saya," katanya. Bantuan itu dilakukan secara gratis? "Insyaallah," katanya.
Dengan nada tinggi berulangkali Sutan membantah kenal dengan orang yang minta bantuannya itu. Dia pun membantah hal itu terkait Komisi VII DPR yang membidangi energi.
"Ini kejadian kan periode lalu. Kau suruh aku nggak boleh hadapi orang. Nggak usah juga kau datang-datang. Saya nggak tahu namanya. Waktu ketemu dia sebut namanya tapi lupa. Itu kan sudah lama. Staf saya irianto tahu, tapi lagi naik haji," ujarnya.
Lalu jika tidak mengenal, mengapa Sutan mau membantu pengusaha tersebut? "Banyak saya bantu, nggak kenal, datang, saya bantu saat itu juga," ujarnya.
Sutan yakin tindakannya itu tidak melanggar hukum dan etika sebagai anggota dewan. Menurutnya, justru anggota dewan harus membantu bila dimintai pertolongan. Namun demikian, bila tindakan itu dianggap salah, Sutan siap menghadapi KPK. Dia mengaku bersedia datang bila dipanggil dan tidak akan lari. "Angggota dewan itu tidak takut. salah salah, benar-benar, kalau salah tangkap saja," ujarnya.
Sutan juga mengklarifikasi tudingan yang beredar bahwa dia juga menjembatani hubungan antara Nazaruddin dan Daniel Sinambela. Nazaruddin dan Daniel ini dulu teman bisnis dan belakangan bersengketa. Nazaruddin adalah mantan Sekjen Partai Demokrat yang kini terjerat kasus suap Wisma Atlet di Palembang.
"Saya kasih anda Rp500 juta bila bisa menunjukkan bukti (keterlibatan), kalau tidak bisa, anda cukup bayar saya Rp500 ribu saja plus berhenti berprofesi sebagai wartawan," kata Sutan di Gedung Parlemen, Jumat 25 November 2011.
Sutan mengaku risih karena dirinya disebut-sebut main proyek dalam kasus yang kini telah masuk dalam persidangan di Pengadilan Tipikor itu. "Soal diri saya ikut berperan atur-atur proyek PLTS Dirjen listrik (Kementrian ESDM), saya mau sampaikan saya tidak terlibat apa-apa, saya tidak kenal pengusaha-pengusaha di sana, saya tidak tahu proyek itu di mana," katanya.
Namun demikian, Sutan mengaku sempat ditemui peserta tender yang gagal. Peserta tender itu mengadukan telah didzalimi panitia tender. Sutan kemudian mengontak Dirjen Listrik Jakobus Purwono. Kemudian, Sutan mendampingi peserta tender itu menemui Jak dan panitia tender. Tetapi, Sutan mengaku tidak kenal dengan pengusaha tersebut dan panitia.
"Suatu hari, di ruang saya, 905, saya didatangi tamu yang dibawa staf saya, kenal saja tidak, dia curhat, didzolimi anak buahnya dirjen listrik, yang jadi panitia lelang," kata Sutan.
Menurut Sutan, pengusaha itu mengeluhkan telah dicurangi panitia. "Dia cerita ikut tender di dirjen listrik dan pembangkit, dari awal diganggu, diminta mundur," kata Sutan.
Merespons itu, Sutan kemudian kontak Dirjen Listrik. Menyampaikan yang dikeluhkan tamunya itu. Rupanya, tidak hanya minta uneg-unegnya disampaikan pada Dirjen, pengusaha itu minta Sutan mendampinginya bertemu panitia tender dan Dirjen. Sutan menyanggupi.
"Singkat cerita, suatu sore ketemu di ruang dirjen, saya sampaikan ada yang didzolimi anak buahnya. Dirjen bilang masalah teknis tidak ngerti, maka panitia dipanggil," katanya.
Menurut Sutan pengusaha dan panitia kemudian saling mengungkapkan kejadian berdasar versi masing-masing. Ketika itu, Sutan berkeyakinan panitia lelang yang nakal. "Saya kira anak buah dirjen itu nggak bener. Kan pakai PQ, ini perusahaan syarat sudah dilengkapi, tapi dikalahkan. Ternyata karena panitia itu sudah punya jago. Oke, nggak usah ribut. Akhirnya disepakati, yang kalah jadi subkon. Salaman itu dua-dua. Saya dan dirjen selesai sudah disitu," kata Sutan.
Sutan menganggap masalah selesai disitu dan mengaku tidak pernah kontak pengusaha itu lagi. Namun, dua minggu kemudian, dia ditelpon orang itu. "Bilang tidak ditelpon, terus marah mau dilaporkan ke KPK. Saya bilang jangan dulu. Kemudian saya telpon Pak Jak, dia bilang anak buah saya benar. Saya bilang, orangnya mau lapor KPK lho. Dirjen bilang kalau mau lapor KPK lapor saja," kata Sutan. "Ini sekarang ramai, saya nggak tahu apakah karena itu."
Meski bisa bercerita detail dan bersedia mendampingi pengusaha itu sampai jauh, Sutan mengaku tidak kenal. "Itu orang yang bawa staf saya Irianto, sekarang belum pulang haji," katanya.
Sutan mengaku kerap menolong orang semacam itu meski tidak kenal. "Banyak sekali orang datang ke kamar saya," katanya. Bantuan itu dilakukan secara gratis? "Insyaallah," katanya.
Dengan nada tinggi berulangkali Sutan membantah kenal dengan orang yang minta bantuannya itu. Dia pun membantah hal itu terkait Komisi VII DPR yang membidangi energi.
"Ini kejadian kan periode lalu. Kau suruh aku nggak boleh hadapi orang. Nggak usah juga kau datang-datang. Saya nggak tahu namanya. Waktu ketemu dia sebut namanya tapi lupa. Itu kan sudah lama. Staf saya irianto tahu, tapi lagi naik haji," ujarnya.
Lalu jika tidak mengenal, mengapa Sutan mau membantu pengusaha tersebut? "Banyak saya bantu, nggak kenal, datang, saya bantu saat itu juga," ujarnya.
Sutan yakin tindakannya itu tidak melanggar hukum dan etika sebagai anggota dewan. Menurutnya, justru anggota dewan harus membantu bila dimintai pertolongan. Namun demikian, bila tindakan itu dianggap salah, Sutan siap menghadapi KPK. Dia mengaku bersedia datang bila dipanggil dan tidak akan lari. "Angggota dewan itu tidak takut. salah salah, benar-benar, kalau salah tangkap saja," ujarnya.
Sutan juga mengklarifikasi tudingan yang beredar bahwa dia juga menjembatani hubungan antara Nazaruddin dan Daniel Sinambela. Nazaruddin dan Daniel ini dulu teman bisnis dan belakangan bersengketa. Nazaruddin adalah mantan Sekjen Partai Demokrat yang kini terjerat kasus suap Wisma Atlet di Palembang.
Sutan mengaku kenal Daniel dan mengenalkan pada Nazar. Tetapi, soal apa bisnis keduanya, Sutan mengaku sudah tidak mengikuti.
"Daniel Sinambela anak buah saya di DPP, dia pengusaha batubara. Kabinet (Demokrat) baru dibentuk dia dibawah saya, minta dikenalkan dengan Nazaruddin saya kenalkan, sudah kenal mereka bisnis sendiri," ujarnya.
"Daniel Sinambela anak buah saya di DPP, dia pengusaha batubara. Kabinet (Demokrat) baru dibentuk dia dibawah saya, minta dikenalkan dengan Nazaruddin saya kenalkan, sudah kenal mereka bisnis sendiri," ujarnya.
No comments:
Post a Comment