0812-701-5790 (Telkomsel) Marine Surveyor PT.Binaga Ocean Surveyor (BOS)

0812-701-5790 (Telkomsel) Marine Surveyor PT.Binaga Ocean Surveyor (BOS)
MARINE SURVEY

Sunday, August 28, 2011

Re: [Oil&Gas] (Energy) Ironi di Bintuni, Mummi Listrik di Digul

 

Harus berani dibalik pak, 


Benahi infrastruktur Papua dan Nusantara sebelah timur yg kaya, dijamin tak perlu lagi bangun jalan tol lagi di Jabodetabek, karena penduduk Jabodetabek akan lambat laun berkurang karena akan memilih tempat hidup baru yg lebih layak dan manusiawi. Biarin Foke sendiri di Jkt.

Salam,

d'Art



2011/8/29 Zulkifli <zulhan8@gmail.com>
 

Pak Dahlan mungkin sudah sadar betul nftrntang hal itu, tapi yang namanya berbenah kan harus imulai dari pusat dulu baru ke Papua....kebalikan dari merantau Pak.


Salam anak rantau

Zlki


Powered by Telkomsel SantiBerry®


2011/8/28 Dirman Artib <dir.art@gmail.com>
 

Pak Dahlan baru sadar kalau Irian sudah balik nama lagi jadi Papua


Salam,

d'Art


2011/8/28 Ahmad Mujib <ahmad.mujib@gmail.com>
 

Ironi di Bintuni, Mummi Listrik di Digul


Inilah safari ramadan terpanjang yang saya lakukan minggu lalu: Jakarta-Sorong-Sorongselatan-Bintuni-Nabire-Timika-Wamena-Yahukimo-Digul-Merauke-Sota-Jayapura-Makasar-Surabaya-Jakarta. Lebih panjang dari perjalanan saya ke Papua tahun lalu: Sorong-Fakfak-Kaimana-Manokwari-Jayapura. Meski begitu ternyata baru 14 kabupaten di Papua yang saya kunjungi. Masih 13 kabupaten lagi yang belum: Waropen, Yupe Waropen, Asmat, Yappi, Pegunungan Bintang, Biak, Serui dan seterusnya.

Di depan PLTD Digul yang sudah jadi mumi

Begitu luas wilayah Papua. Begitu minim fasilitas listriknya. Ada ironi pula di dalamnya.

Bintuni contohnya.

Ketika saya bermalam di Bintuni listrik lagi padam di kabupaten yang kaya dengan gas, minyak dan batubara ini. Bahkan sudah 10 hari. Ini karena Pemda tidak mampu lagi membeli minyak untuk menjalankan genset-gensetnya. PLN memang belum hadir di sini. Listriknya masih ditangani Pemda. PLN belum punya apa-apa. Jaringan listriknya pun milik Lisdes. Hanya ada satu orang PLN di seluruh kabupaten itu. Tugasnya membeli listrik milik Pemda, menyalurkannya lewat jaringan milik Lisdes, dan menagih rekening bulanannya.

Pemda sudah kewalahan. Untuk melistriki kota Bintuni, harus membeli BBM Rp 80 miliar/tahun. Tidak banyak lagi dana yang bisa dipakai membangun daerah.

Padahal kabupaten ini berkembang pesat. Sejak di situ ditemukan gas alam yang gila-gilaan besarnya. Sudah ada bandara kecil di Bintuni. Tiap hari ada pesawat Susi Air jurusan Sorong dan Manokwari. Posisi Bintuni juga berada dipertengahan antara Sorong, Fak-fak, Kaimana, Manokwari, Wasior dan Nabire. Semua kota tadi memiliki bandaranya sendiri-sendiri. Jalan darat ke Manokwari pun sudah tembus dengan jarak tempuh 7 jam. Dari Manokwari bisa terus Sorong meski masih menambah waktu tempuh satu hari lagi.

Yang lebih terasa ironi adalah ini: 50 km dari kota Bintuni, masih berada di wilayah kabupaten Bintuni, ada sebuah kota baru yang hanya boleh dihuni oleh staf dan karyawan yang luar biasa terang-benderangnya. Ada pembangkit listrik yang sangat besar di komplek ini. Inilah komplek industri LNG Tangguh, milik perusahaan asing BP Tangguh.

Perusahaan itulah yang menemukan gas alam dalam jumlah besar, 1.000 bbtud, di Teluk Bintuni. Agar mudah diangkut ke luar negeri gas tersebut semuanya diproses menjadi benda cair (LNG). Tidak sedikit pun disisakan untuk keperluan masyarakat setempat. Semuanya dikirim ke Tiongkok dan California, USA.

Jalan pikiran seperti itu memang terjadi hampir di semua proyek besar serupa. Termasuk ketika PLN membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) skala besar. Tidak ada konsep menyisihkan sebagian kecil produksinya untuk keperluan setempat. Akibatnya banyak desa yang lokasinya di sebelah PLTA besar justru gelap gulita. Ini yang sedang kami koreksi. PLTA-PLTA baru sudah diputuskan untuk memasukkan sistem kelistrikan bagi desa terdekat. PLTA Peusangan di Aceh, PLTA Asahan-3 di Sumut, PLTA Baliem-2 di Wamena dan beberapa proyek lagi, perencanaannya sudah mengakomodasikan koreksi tersebut.

Koreksi serupa mestinya juga bisa dilakukan di Bintuni. Setelah salat tarawih di Bintuni saya bertemu bupati, wakil bupati dan ketua DPRD Bintuni. Sambil dijamu makan malam dengan menu utama keladi dan pisang kukus disertai lauk kepiting dan udang Teluk Bintuni. Di meja makan itulah kami bicarakan jalan keluar untuk listrik Bintuni. Tiga alternatif kami sampaikan untuk bisa segera dilaksanakan oleh PLN.

Pertama, PLN akan minta barang dua sendok gas dari proyek LNG Tangguh. Kalau pun tidak ada lagi sisa, setidaknya PLN bisa minta gas yang setiap hari dibakar di menara bakar itu (flare gas). Kalau permintaan dua sendok itu dikabulkan, maka PLN akan membangun pembangkit kecil berbahan bakar gas di dekat proyek LNG Tangguh. Dari sini listrik dialirkan dengan kabel bawah laut 20 kv menyeberang ke kota Bintuni. Atau gas tersebjt kami kirim ke Bintuni dengan sistem Compressed Natural Gas (SNG). Kalau permintaan itu dikabulkan dalam hitungan delapan bulan Bintuni sudah akan terang benderang.

Kedua, kalau permintaan gas tersebut tidak dipenuhi PLN bisa membangun PLTU mini di Bintuni. Kebetulan di samping kaya gas, kabupaten ini juga kaya batubara. Namun membangun PLTU kecil di Bintuni jatuhnya sangat mahal. Membangunnya juga lama: paling cepat 2 tahun.

Ketiga, membangun pembangkit listrik tenaga gas batubara (PLTGB) di daerah perbatasan antara kabupaten Bintuni dan Manokwari. Di kawasan ini terdapat cadangan batubara dengan kalori sangat tinggi. Batubara kalori tinggi sangat bagus untuk diubah menjadi gas. Gas yang berasal dari batubara ini yang akan dijadikan bahan bakar listrik. Karena lokasinya di perbatasan, listriknya bisa dialirkan untuk dua kabupaten sekaligus: Bintuni dan Manokwari. Tapi pilihan ini memerlukan waktu sampai tiga tahun dan dengan nilai proyek yang terlalu besar.

Tepat ketika makan malam selesai, selesai pula perumusan kesepakatan itu.Prioritasnya,  PLN dan Pemda akan bersama-sama berjuang meminta dua sendok gas Tangguh ke PB Migas. Kami harus minta lewat BP Migas karena inilah badan pemerintah yang mengatur penggunaan gas alam. Waktu makan sahur bersama rombongan PLN, strategi untuk mewujudkan rencana itu kami konkritkan.

Bangun pagi saya berpikir alangkah lamanya kalau harus berjuang dengan prosedur biasa. Maka, setelah jalan pagi, saya kirimkan SMS dengan bumbu provokasi sedikit untuk pejabat tinggi di PB Migas. Saya tahu masih jam 04.00 di Jakarta. Perlu beberapa jam untuk menunggu jawaban.

Sikap pejabat tinggi BP Migas itu ternyata sangat baik. Ketika saya mendarat di Nabire, ada SMS masuk. Isinya sangat menggembirakan. BP Migas mendukung gagasan PLN untuk mendapatkan barang dua sendok gas dari BP Tangguh. Sambil mengemudikan mobil menuju lokasi proyek pembangunan PLTU di Nabire, saya tidak henti-hentinya bersyukur. "Ini demi NKRI, pak," tulis SMS dari pejabat tinggi BP Migas itu. Saya bayangkan betapa senangnya masyarakat Bintuni kelak.

Di Kabupaten Digul kurang lebih sama: PLN belum terlalu hadir di daerah yang amat terkenal karena Bung Hatta dan Bung Sutan Syahrir pernah dibuang dan dipenjarakan  di pedalaman Papua ini. Pembangkit kecil yang ada adalah milik Pemda. PLN memang masih punya satu genset tapi…..sudah lama menjadi mummi. Ukurannya cuma15 kw, itu pun bikinan Belanda tahun 1930. Meski begitu saya minta genset itu dirawat dengan baik. Siapa tahu inilah genset tertua yang masih bisa ditemukan di Indonesia. Bisa dipindahkan ke museum listrik di TMII Jakarta, atau biar tetap saja di Digul sekalian untuk memperkaya peninggalan sejarah kejamnya Belanda seperti yang terlihat dari penjara yang masih ada di sana.

Mengingat pengguna listrik di Boven Digul umumnya rumah tangga (yang pemakaian listriknya kecil), kami merencanakan sebuah jalan yang berbeda. Mungkin lebih baik membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang modern di Digul. Sekalian bisa untuk memperkaya wisata di sana. Siapa tahu bisa mendapat lahan tidak jauh dari lokasi penjara, sel, patung Bung Hatta dan Taman Makam Pahlawan khusus bagi pejuang yang dibuang ke Digul dan meninggal di situ itu.

Hampir saja kami gagal mendarat di Digul. Menjelang pendaratan pilot memberitahu landasan sedang diperbaiki. Pesawat akan terus menuju Merauke. Tentu saya tidak ingin gagal ke Digul. Pilot mengerti itu. Maka sang pilot terbang sangat rendah untuk bisa melihat dengan mata kepala sendiri seberapa mungkin landasan itu bisa didarati. Pesawat pun mondar-mandir terbang rendah di dekat landasan. Setelah lima kali memutari landasan  pilot merasa safe untuk mendarat di Digul.

Kami pun bertepuk tangan.

 

Dahlan Iskan

CEO PLN

Source : http://www.pln.co.id/?p=3521


Please consider the environment before printing this e-mail




__._,_.___
Recent Activity:
--------------------------------------------------------------
Portal Industri : http://www.migas-indonesia.com
No E-mail (Web) : Migas_Indonesia-nomail@yahoogroups.com
Daily Digest    : Migas_Indonesia-digest@yahoogroups.com
Individual Mail : Migas_Indonesia-normal@yahoogroups.com
Administrator   : Migas_Indonesia-owner@yahoogroups.com
Mirror : http://groups.google.com/group/Migas-Indonesia-Google
Untuk pergantian alamat email dan pengiriman attachment
silahkan hubungi webmaster(at)migas-indonesia.com
HAPUS BAGIAN EMAIL YANG TIDAK DIPERLUKAN SEWAKTU REPLY
PENGIRIMAN ATTACHMENT KE MILIS HARUS MELEWATI ADMINISTRATOR
--------------------------------------------------------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment

LinkWithin2

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Jika anda merasa info ini berguna dan ingin mentraktir saya beli minuman, silahkan anda bisa mendonasikan sedikit rezeki anda dengan mengklik link dibawah ini:


Bisnis Tiket Pesawat Online

Disclaimer